Rabu, 11 Juni 2014

Cerpen: "Titik Terang Dalam Gelap"



Namaku Ahmad, aku adalah seorang laki-laki berusia 19 tahun. Aku kuliah di salah satu universitas terkenal di kotaku. Hidup yang ku jalani begitu indah, aku memiliki dua orang tua yang perhatian, seorang kakak laki-laki yang akur padaku, serta pacar yang cantik dan baik hati. Kami pacaran sejak SMA kelas satu, sampai sekarang mungkin sudah 5 tahun kami berpacaran. Sungguh hidup yang begitu indah bukan? Mungkin banyak laki-laki seusiaku, iri akan hidup yang ku jalani saat ini. Iyaa, aku bersyukur bisa memiliki takdir seperti ini.
Pagi cerah, matahari merambat masuk ke dalam kamarku melalui celah-celah jendela kamar. Ibu, membangunkan ku dengan lembut. Menyuruhku bergegas untuk ke kampus, namun tubuh ini masih berat untuk bangkit dari tempat tidur. Tirai dibuka oleh ibu, rasanya ingin sekali aku menutup mata ini sedikit lebih lama lagi.
“Sayang, ayo bangun.. Sudah pagi, nanti telat!!” Ibu membangunkan.
“Iya bu, bentar lagi.. Masih ngantuk nih!!” Aku masih nyaman di tempat tidurku.
Namun apa daya ku, ibu menyuruhku bangun dan bergegas untuk mandi. Usai mandi, ku lihati kamarku begitu rapi. Tempat tidur, selimut sudah dirapikan oleh ibuku. Ibu memang selalu memanjakan kami anaknya. Dia sangat sayang kepadaku dan juga kepada abangku, bang Yusuf.
Di meja makan sudah tersedia sarapan, ada bang Yusuf dan juga ayah yang menungguku untuk sarapan bersama. Ku lihati ibu masih sibuk menyiapkan sarapan. Bang Yusuf, hanya makan roti tawar berlapiskan selai coklat. Sedangkan ayah, dengan nasi goreng buatan ibu. Iyaa, aku dan ayah punya selera yang sama, nasi goreng buatan ibu sangat lezat. Ibu memang koki terbaik yang pernah ada. Bang Yusuf, pamit untuk pergi kerja. Disalaminya ibu dan ayah, aku pun menyaliminya, mencium tangannya sebagai tanda ku menghormatinya. Namun dengan kebiasaannya sehari-hari, ia suka sekali mengacak-acak rambutku setelah aku menyalaminya. Tak berseling lama, ayah dan aku bergegas untuk berangkat. Aku pamit untuk ke kampus, dan ayah ke kantor.
Dengan motor, ku pergi kampus. Sempainya di kampus, gadis cantik dan manis menghampiriku. Dialah pacarku, kami satu kampus namun beda jurusan. Namanya adalah Tiwi.
“Selamat pagi sayang” Pacarku menghampiriku dengan senyuman.
“Iya, pagi juga..” Jawabku agak jutek.
Aku memang selalu jutek dengannya, namun aku menyayanginya. Dia baik dan juga perhatian padaku. Kami menuju kelas bersama, ia sering mengantarku. Begitu perhatian bukan? Sebenarnya aku sedikit risih, setiap hari dimanjain seperti itu, apalagi di depan teman-temanku. Terkadang teman-temanku selalu mengejekku. Namun aku sudah terbiasa akan semua itu. Tiwi anaknya emang suka menjain aku. Apalagi kalo sudah jam istirahat, ia akan menyuapi aku seperti anak bayi saja dibuatnya. Terkadang aku akan memarahinya jika ia terlalu memanjakanku.
Setelah pulang kuliah, Tiwi mengajakku untuk pergi ke mall. Sebenarnya aku sangat malas berpergian ke tempat-tempat yang rame. Tapi, demi pacar apa sih yang engak buatnya. Sesampainya di mall, ia memintaku untuk membayarkan semua belanjaannya. Katanya sih nanti diganti, soalnya ia lupa bawa dompet, ia sering begitu. Tapi buatku itu bukanlah sebuah masalah, dia pacarku. Aku bertemu dengan bang Yusuf, ia bersama seseorang laki-laki seusianya. Sepertinya itu teman kerjanya. Aku menghampirinya untuk menyapanya.
“Bang Yusuf, ngapain disini?” Panggil ku.
“Eh, dek.. Abang lagi nemani teman cari baju nih” Terkejut melihatku.
“Ini, teman kerjanya yah?”
“Iya, kenalin ini Romi..” Bang Yusuf ngenalin aku ke temannya.
“Heii, Nama saya Romi, ini pasti Ahmad yah? Adiknya Yusuf..”
“Hehee, iya..”
“Pacarnya?” Ia menanyakan wanita yang berada di sampingku.
“Iya, kenalin namanya Tiwi”
Setelah acara kenal-kenalnya, bang Yusuf mengajak kami untuk makan bersama di restaurant. Sebenarnya aku gak enak, soalnya yang bayarin semuanya itu temannya bang Yusuf. Tapi Tiwi memaksa untuk makan bersama, katanya gak baik nolak tawaran seseorang. Entah mengapa aku merasa cemburu dengan pria ini, teman bang Yusuf. Sepertinya ia suka dengan pacarku, ia suka melirik Tiwi. Kami mengobrol banyak, tentang kerjaan bang Yusuf dan temannya. Ternyata Romi adalah seorang manajer di kantor bang Yusuf. Namun, ia sangat dekat dengan abangku. Selesai makan aku dan Tiwi pulang. Sedangkan bang Yusuf dan Romi, akan kembali ke kantornya. Aku sedikit heran, kok bisa mereka sempat-sempatnya jalan-jalan ke mall, padahal ini bukan jam pulangnya bang Yusuf. Entahlah, itu bukan urusanku.
Aku pun pulang setelah mengantar Tiwi ke rumahnya. Di rumahku sangat sepi, biasanya ibu akan menyambutku jika mendengar suara motorku. Namun tak seperti biasanya, ibu sepertinya ada tamu. Soalnya, di depan ruang bagasi ada motor ninja hitam. Aku penasaran, siapa tamu yang datang siang bolong seperti ini. Di ruang tamu tak ada orang, heran bercampur penasaran. Aku pun mencari-cari  dimana ibu, ke dapur, ke ruang keluarga, sampai akhirnya aku menuju kamarnya. Ku lihati pintu kamar sedikit terbuka. Sebelum ku intip, ku dengar suara desahan. Begitu pucatnya diriku melihat ibu bersama seorang laki-laki mudah, diatas tempat tidur. Melakukan hal yang tak pantas. Aku sangat, aku tak bisa berkata-kata. Ada apa dengan ibu? Kenapa ibuku seperti ini? Kenapa ia bisa berselingkuh? Aku harus apa, aku tak tau. Bagaikan mimpi buruk, aku tak bisa terimah semua ini. Ingin ku hentikan semua ini, ingin ku labrak ibuku yang sedang asik bersama brondong mudahnya. Geram, emosi, sedih, heran, semua bercampur menjadi satu. Benci, sepertinya aku membenci ibuku saat ini. Namun, aku tak berani melaporkan ini kepada ayah atau pun bang Yusuf. Aku takut hati ayah akan hancur, mengetahui istrinya yang ia nikahi selama 30 tahun adalah seorang tante-tante girang.
Aku benci, sangat benci ibuku. Semuanya bagaikan mimpi buruk. Padahal teringat jelas di pikiranku, ibu begitu baik pagi tadi. Seorang ibu yang ku pikir sempurnah, seorang istri yang ku pikir berbhakti pada suaminya. Namun itu semua adalah ekting belakang. Aku ingin bercerita, entah pada siapa ku bercerita. Ku coba untuk menelpon Tiwi, tapi nomornya sibuk. Sepertinya dia lagi menelpon seseorang. Ku coba hubungi abangku. Ku suruh ia, agar setelah pulang kerja untuk langsung pulang ke rumah.
Sepulang kerja, bang Yusuf langsung menemuiku di kamar. Ia melihatku sedih, ia khawatir, ia panik. Entah harus ku mulai dari mana bercerita kepadanya. Ia memelukku, sepertinya ia sangat khawatir padaku.
“Kamu kenapa dek?” Bang Yusuf mengelus rambutku.
“Ibu, ibu bang.. Ibu seorang pelacur!”
“Kenapa kamu ngomong seperti itu?” Abang terkejut mendengarkannya.
“Aku gak sengaja lihat ibu di kamar, sama laki-laki.. Ibu selingkuh, bang!!! Kita harus beritau ayah..”
Bang Yusuf hanya terdiam, setelah ku bercerita dari awal. Ia terpaku, entah mengapa sepertinya ada yang disembunyikan oleh bang Yusuf. Ia mencoba untuk menjelaskan sesuatu.
“Abang gak tau harus bagaimana!”
“Kenapa bang? Abang tau sebelumnya?? Kenapa abang gak pernah cerita. Apa abang gak kasihan lihat ayah diginiin sama ibu?”
“Kasihaann…!! Kamu bilang kasihan sama ayah? Kamu gak tau, apa yang ayah buat selama ini di luar rumah. Abang lihat sendiri, ayah sering jalan dengan wanita muda. Bukan hanya sekali, abang bahkan pernah ikuti ayah sampai ke hotel bersama pelacurnya. Terus kamu bilang kasihaan? Keluarga ini sudah hancur dek, ayah ibu sudah tidak saling mencintai lagi. Mereka hanya berpura-pura mesra di depan kita”
Mendengarkan semua penjelasan dari bang Yusuf, aku merasa dihantam dengan batu besar, tepat di hatiku. Semuanya terasa kelam, bagaikan mimpi buruk. Aku laki-laki, tapi ingin rasanya ku menangis sekencang-kencangnya dan sejadi-jadinya. Kenapa kedua orang tuaku tak saling menyayangi lagi. Kenapa mereka bisa berbuat seperti ini, apa mereka tak memikirkan kami lagi. Apa mereka sudah tak menyayangi kami lagi.
Ibu datang ke kamarku, melihatku dan bang Yusuf sedang bersedih. Ia sepertinya khawatir, namun aku berusaha tegar untuk menutupi semuanya. Bang Yusuf berpesan padaku agar tidak membahas semua ini ataupun menanyakan kepada ayah dan ibu tentang apa yang baru aku ketahui. Ibu penasaran kepada kami, melihat anak-anaknya sedih. Bang Yusuf mengalihkannya, ia pandai memutar cerita. Bang Yusuf memberi taukan ke ibu kalo, aku sedang ada masalah dengan Tiwi pacarku. Dan aku hanya mau bercerita semua masalahku ini hanya kepada bang Yusuf. Sungguh hebat ia berbohong dan begitu tangguhnya ia selama ini berpura-pura di depan orang tua kamu, seperti tak terjadi apa-apa.
Makan malam kali ini, aku seperti berada dalam drama. Ku lihati ibu dan ayah saling bertegur sapa, bercanda di depan kami. Jadi seperti ini kah, bang Yusuf rasakan? Begitu kuatnya ia, begitu tegarnya ia melihat sebuah drama menyakitkan. Akhirnya aku mengerti, kenapa belakangan ini bang Yusuf sedikit dingin dengan ayah dan ibu, ku pikir ada masalah apa dengan bang Yusuf sebelumnya.
Setelah makan malam, bang Yusuf keluar untuk menepati janji bersama temannya. Katanya ia tak akan pulang malam ini. Mengetahui semua ini, membuatku sangat tidak tahan berada lama-lama di dalam rumah. Ku putuskan untuk keluar menenangkan diri, ku hubungi Tiwi untuk menemaniku. Namun tak seperti biasanya ia menolak untuk diajak keluar. Ada tugas kampus yang harus diselesaikannya, aku memahami semua itu.
Aku nongrong sendirian di sebuah café, mencoba untuk menenangkan diri. Begitu kelam keluargaku saat ini, entah cobaan apa yang ku hadapi, ku coba untuk merenungkan semuanya. Entah sebuah kebetulan atau apa, ku dapati bang Yusuf bersama seorang laki-laki, sepertinya itu Romi. Ku lihati mereka begitu mesra, duduk bersama di hadapanku. Aku hanya bisa memperhatikan dari jauh. Mereka sepertinya asik bercerita, bercanda. Sepertinya mereka sudah lama berada dalam café.
Mereka pun beranjak untuk kesuatu tempat. Ku ikuti mereka, mengekori bang Yusuf bersama temannya sampai ke sebuah apatermen. Ada apa dengan bang Yusuf, aku pun terus mengikutinya sampai ke kamar. Ku tanyai salah satu office boy, milik siapa apatermen ini. Ternyata benar dugaanku, ini adalah apatermen milik Romi. Begitu penasarannya aku, mencoba untuk mengintip, mencari tau apa yang sedang mereka lakukan di dalam. Terpikir olehku untuk mengintip mereka melalui jendela. Berhubung kamar Romi berada di lantai dua. Aku memanjati balkon kamarnya. Setelah sampai, ku lihat kejadian yang sangat menjijikan. Bang Yusuf dan Romi sedang berciuman, mereka tak berbaju, meraka asik berpelukkan bak sepasang kekasih. Aku tak tau harus berbuat apa. Kenapa kakakku seperti ini? Ia ternyata seorang gay. Aku takut, apa mungkin selama ini ia baik padaku karena dia gay. Atau mungkin ia pernah bernafsu kepadaku. Aku bingung, sedih, marah. Ku tinggali meraka yang sedang asik bercinta.
Aku ingin bercerita tentang masalah yang datang bertubi-tubi menghampiriku. Aku tak tahan menahan semua penderitaan ini. Ku putuskan untuk mendatangi rumah Tiwi. Aku benar-benar ingin melampiaskan semua keluh kesahku padanya. Sesampainya aku di rumahnya, ternyata ia sedang tak berada di rumah.
“Permisi bu, Tiwinya ada?”
“Eh, Ahmad.. Saya pikir Tiwi lagi keluar sama kamu nak?”
“Keluar?? Bukannya Tiwi di rumah, lagi ngerjain tugas”
“Barusan aja Tiwi keluar, sama cowok. Ibu pikir itu kamu, mad..”
“Ohh gitu, kira-kira ibu tau Tiwinya kemana?”
“Katanya sih mau ke mall”
“Kalo gitu saya pamit dulu yah bu..”
Siapa yang tak kaget mendengarkan semua ini, Tiwi bersama cowok lain. Hatiku hancur, ingin rasanya ku akhiri hidup ku ini. Kenapa Tuhan begitu jahat padaku, memberikanku masalah bertubi-tubi. Aku tak tau harus bagaimana lagi. Aku sudah tak punya seseorang yang bisa ku jadikan sandaran. Ayah ibu ku sudah tak saling menyayangi lagi, abangku ternyata seorang gay, dan yang paling tragis adalah saat ku tau bahwa Tiwi berselingku. Ku putuskan untuk pulang ke rumah, mencoba untuk tidur dan berharap tak bangun lagi.
Keesokan harinya, pagi ini ibu membangunkan ku lagi. Seperti kemarin, ia mencoba membangunkan ku dengan manja. Aku dingin membalasnya, tetap bertahan di atas tempat tidur. Ibu pun meninggalkan ku. Aku lupa ternyata ini hari saptu, pantes saja ia tak memaksaku untuk cepat-cepat bangun bergegas ke kampus. Karena tak ada kuliah di hari saptu. Aku hanya bisa berdiam diri di dalam kamar. Sampai siang aku tak kunjung keluar dari kamar. Ibu khawatir padaku, karena dari pagi aku belum makan. Tapi aku tetap bersikeras untuk mengurung diri dalam kamar meski sebenarnya perut ku ini memang sengat lapar. Aku mengunci kamar. Ibu sangat-sangat khawatir padaku, ia menghubungi bang Yusuf untuk segera pulang.
Sesampainya di rumah, bang Yusuf langsung mengetuk kamarku. Memohon kepadaku untuk membukakan pintu. Aku bingung, serta takut. Tapi, aku berusaha untuk mendengar penjelasan dari dia tentang semalam yang aku lihat.
“Kamu kenapa mengurung diri di kamar dek?”
“Entahlah, aku gak bisa terimah semua kenyataan ini”
“Sudahlah, kita sama-sama ngadapinya”
“Abang pikir aku gak tau apa yang abang buat semalaman”
“Emang semalam kenapa??” Bang Yusuf mulai terlihat pucat.
“Apa yang abang lakuin semalam di apatermen Romi, teman abang?”
“Semalam, abang ada meeting di apatermen Romi dek” Ia terlihat gugup.
“Bohongg… Aku lihat semuanya bang!! Abang sedang semalam ML dengannya kan??”
Bang Yusuf terkejut, ia syok, ia bahkan tak bergeming. Ia mencoba menjelaskannya semua padaku. Ia juga sebenarnya tidak ingin seperti ini. Namun, nalurinya tak bisa ditepis, ia mengakui menyukai laki-laki, ia mengakui dirinya gay. Aku pun menanyakan, apakah selama ini dia pernah bernafsu padaku? Ia pun tertawa, mencoba mencairkan suasana. Ia bahkan tak mau berhenti tertawa. Aku heran dibuatnya, ia pun menjelaskan bahwa selama ini ia tak pernah kepikiran akan bersetubuh dengan adiknya sendiri. Bahkan sekali pun ia gay, ia tak akan melakukannya bersama saudara kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi ku bukan karena ia gay. Tapi, ia menyayangiku benar-benar hanya sebagai adiknya. Aku mecoba memahami keadaan bang Yusuf, aku tau mungkin berada diposisinya sangat sulit dijalani. Ia memohon padaku untuk selalu menjaga rahasianya.
Mungkin hatiku saat ini sedikit terobati, aku bisa berbagi penderitaan bersama kakak laki-lakiku satu ini. Aku mencoba menceritakan masalahku bersama pacarku kepada bang Yusuf. Tiwi sedari pagi menghubungiku, namun aku tak ingin bicara dengannya. Aku muyak dengannya, mungkin selama ini ia hanya mencintai uangku saja, mungkin ia tipe cewek matrialis. Menyadarinya setelah aku tau ia selingkuh dari. Namun, entah mengapa bang Yusuf hanya tersenyum dan menyuruhku untuk menghubunginya. Aku bingung, heran, kesal karena solusi yang diberikan bang Yusuf tidak membantuku sama sekali. Tapi, bang Yusuf tetap memaksa. Aku pun mengikuti sarannya, aku menghubungi Tiwi. Ia terdengar khawatir karena aku tak mau menjawab teleponnya. Ia pun mengajakku untuk keluar, mungkin saja ia mau malam mingguan bersamaku. Dalam pikiranku, kenapa bukan bersama pria semalam saja kau perginya? Namun dari belakang, bang Yusuf memaksa ku untuk berkata iya. Aku pun menyetujuinya.
Malam hari, aku bersiap-siap untuk bermalam minggu bersama Tiwi. Meski rasa kecewaku masih ada. Namun, aku akan berusaha untuk mendengarkan penjelasan darinya, sedang apa ia semalam bersama pria lain. Bang Yusuf menyuruhku membelikan bunga untuk Tiwi, aku hanya tertawa. Karena aku bukan tipe cowok yang romantis di tambah lagi aku sedang marah padanya. Aku langsung menuju rumahnya. Sesampai ku di rumahnya. Ku lihati ia menggunakan dress merah menawan. Ia sangat cantik malam ini, membuatku terpukau akan parasnya.
Kami pun menuju ke sebuah café, entah mengapa di sini sangat sepi. Padahal malam ini adalah malam minggu. Namun tak seorang pun yang datang. Kami duduk berdua, pelayan mendatangi kami, menanyakan minuman apa yang kami pesan. Aku pesan Hot Capucinno, sedangkan Tiwi lebih memilih minuman dinggin yaitu Jus Strawberry. Suasana saat ini sangat romantis di dukung dengan lantunan musik yang begitu indah. Namun, ini belum cukup mengobati kekecewaanku. Aku ingin bertanya padanya, bertanya tentang semalam. Namun, ia malah menanyaiku hal aneh.
“Mana kadoku” Tanya Tiwi tiba-tiba
“Kado? Kado apaan sih?” Pertanyaan Tiwi membuatku bingung.
“Kamu lupa yah, ini hari apa?”
“Lupa? Lupa apa sih? Ini hari saptu kan” Aku teringat sesuatu.
“Kamu bener-bener lupa yah? Kamu lupa kalo hari ini adalah hari jadian kita. Padahal aku sudah bela-belain buat pesan tempat ini, aku juga sudah belikan kamu hadiah jam tangan”
“Astaga, maaf sayang. Maafin aku. Akhir-akhir ini aku lagi ada masalah”
Ternyata hari ini adalah tepat 6 tahun kami jadian. Tepat 6 tahun lalu aku menyatakan perasaanku padanya. Pantes saja bang Yusuf menyuruhku membeli bunga untuk Tiwi. Aku merasa bersalah. Namun, masih terselip pertanyaan dipikiranku. Aku lupa bertanya. Sedang bersama siapa ia semalam.
“Kamu kemana? Katanya di rumah tapi pas aku ke rumah kamunya gak ada”
“Aku semalam pergi ke toko jam”
“Sama siapa?”
“Hehehe.. Sama teman sekelas ku. Aku minta tolong sama dia buat ngantarin aku beli kado”
Aku benar-benar berasa bersalah akan semua ini, aku telah salah paham. Entah apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku tidak punya apa-apa untu Tiwi. Anehnya ia tidak marah, ia mengerti akan keadaanku saat ini. Malam ini sangat indah, sesaat aku melupakan semua masalah bersama keluarga ku. Aku akan selalu mencintai Tiwi, apapun yang terjadi. Selama kami tidak ada yang saling mengkhianati. Aku akan berusaha menjaga cintaku padanya, mencoba untuk selalu saling jujur.
Setelah lulus kuliah, aku ditawari kerja oleh bang Yusuf di kantornya. Saat ini ayah dan ibuku sudah bercerai. Mereka punya kehidupan masing-masing bersama pasangan mereka masing-masing. Aku tinggal bersama bang Yusuf, sebelumnya ibu memohon padaku untuk tinggal bersamanya. Namun aku lebih memilih untuk bersama kakakku. Aku hanya tak ingin melihat ibu bersama orang lain. Aku belum terbiasa dengan semua itu. Aku akan berencana melamar Tiwi dan berharap kelak setelah nikah nanti, hubungan kami tak seperti hubungan ayah dan ibuku, hubungan kami bisa terjalin sampai kakek nenek tanpa ada saling menghianati.

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar yang berbobot!