Kamis, 17 September 2015

Sadarlah saudaraku...

Ada apa dengan ibadah haji tahun ini? Sebuah pertandakah? Allah memiliki berbagai macam rahasia yang hambanya tidak perlu sibuk untuk mencari tahu. Ketika peringatan diberikan, akankah manusia mau bertaubat? Kita harus mendoakan yang terbaik untuk saudara-saudara kita yang secara khusus mendapatkan undangan dari Allah untuk melaksanakan salah satu kewajiban umat islam.

Tahun ini mungkin sedikit berbeda, dari tahun-tahun sebelumnya. Yah, mungkin tahun ini merupakan sebuah pertanda bagi kita umat Islam. Dari mulai jatuhnya crane di masjidil haram, mekkah. Hingga kebakaran di salah satu hotel yang ditempati oleh para jamaah haji. Inilah kebesaran Allah, dia mampu membuat segala sesuatu dengan kehendaknya 'Kunfayakun'. 

Pernahkah anda terpikir sejenak, akan pertanda kiamat. Yah, ingatlah seksama salah satu tanda 'Hancurnya Kabba'. Mungkin saya terlalu berpikir jauh. Tapi coba bayangkan jika crane yang rubuh itu menghancurkan Kabba, astagfirullah. Apakah itu sudah cukup menjadi pertanda dekatnya kiamat? Ok, yang kita bahas bukan persoalan Kabba atau pertanda kiamat. Tapi marilah sejenak merenungi. Jika esok adalah hari akhir. Mengingat dosa yang telah kita perbuat selama ini. Akankah kita takut? Takut akan perbuatan kita selama ini? Takut akan kehilangan orang tercinta? Takut akan kemurkahan Allah? Atau bahkan takut akan neraka yang siap menanti? 

Lalu apa yang akan anda perbuat? Bersujud memohon ampun? Menangis menyesali perbuatan? Atau tersenyum? Sebelum semua itu terjadi, yakinlah saudaraku. Pintu taubat selalu terbuka untuk orang yang mau kembali ke jalanNya. (Arif Ansar)

Rabu, 11 Juni 2014

Cerpen: "Titik Terang Dalam Gelap"



Namaku Ahmad, aku adalah seorang laki-laki berusia 19 tahun. Aku kuliah di salah satu universitas terkenal di kotaku. Hidup yang ku jalani begitu indah, aku memiliki dua orang tua yang perhatian, seorang kakak laki-laki yang akur padaku, serta pacar yang cantik dan baik hati. Kami pacaran sejak SMA kelas satu, sampai sekarang mungkin sudah 5 tahun kami berpacaran. Sungguh hidup yang begitu indah bukan? Mungkin banyak laki-laki seusiaku, iri akan hidup yang ku jalani saat ini. Iyaa, aku bersyukur bisa memiliki takdir seperti ini.
Pagi cerah, matahari merambat masuk ke dalam kamarku melalui celah-celah jendela kamar. Ibu, membangunkan ku dengan lembut. Menyuruhku bergegas untuk ke kampus, namun tubuh ini masih berat untuk bangkit dari tempat tidur. Tirai dibuka oleh ibu, rasanya ingin sekali aku menutup mata ini sedikit lebih lama lagi.
“Sayang, ayo bangun.. Sudah pagi, nanti telat!!” Ibu membangunkan.
“Iya bu, bentar lagi.. Masih ngantuk nih!!” Aku masih nyaman di tempat tidurku.
Namun apa daya ku, ibu menyuruhku bangun dan bergegas untuk mandi. Usai mandi, ku lihati kamarku begitu rapi. Tempat tidur, selimut sudah dirapikan oleh ibuku. Ibu memang selalu memanjakan kami anaknya. Dia sangat sayang kepadaku dan juga kepada abangku, bang Yusuf.
Di meja makan sudah tersedia sarapan, ada bang Yusuf dan juga ayah yang menungguku untuk sarapan bersama. Ku lihati ibu masih sibuk menyiapkan sarapan. Bang Yusuf, hanya makan roti tawar berlapiskan selai coklat. Sedangkan ayah, dengan nasi goreng buatan ibu. Iyaa, aku dan ayah punya selera yang sama, nasi goreng buatan ibu sangat lezat. Ibu memang koki terbaik yang pernah ada. Bang Yusuf, pamit untuk pergi kerja. Disalaminya ibu dan ayah, aku pun menyaliminya, mencium tangannya sebagai tanda ku menghormatinya. Namun dengan kebiasaannya sehari-hari, ia suka sekali mengacak-acak rambutku setelah aku menyalaminya. Tak berseling lama, ayah dan aku bergegas untuk berangkat. Aku pamit untuk ke kampus, dan ayah ke kantor.
Dengan motor, ku pergi kampus. Sempainya di kampus, gadis cantik dan manis menghampiriku. Dialah pacarku, kami satu kampus namun beda jurusan. Namanya adalah Tiwi.
“Selamat pagi sayang” Pacarku menghampiriku dengan senyuman.
“Iya, pagi juga..” Jawabku agak jutek.
Aku memang selalu jutek dengannya, namun aku menyayanginya. Dia baik dan juga perhatian padaku. Kami menuju kelas bersama, ia sering mengantarku. Begitu perhatian bukan? Sebenarnya aku sedikit risih, setiap hari dimanjain seperti itu, apalagi di depan teman-temanku. Terkadang teman-temanku selalu mengejekku. Namun aku sudah terbiasa akan semua itu. Tiwi anaknya emang suka menjain aku. Apalagi kalo sudah jam istirahat, ia akan menyuapi aku seperti anak bayi saja dibuatnya. Terkadang aku akan memarahinya jika ia terlalu memanjakanku.
Setelah pulang kuliah, Tiwi mengajakku untuk pergi ke mall. Sebenarnya aku sangat malas berpergian ke tempat-tempat yang rame. Tapi, demi pacar apa sih yang engak buatnya. Sesampainya di mall, ia memintaku untuk membayarkan semua belanjaannya. Katanya sih nanti diganti, soalnya ia lupa bawa dompet, ia sering begitu. Tapi buatku itu bukanlah sebuah masalah, dia pacarku. Aku bertemu dengan bang Yusuf, ia bersama seseorang laki-laki seusianya. Sepertinya itu teman kerjanya. Aku menghampirinya untuk menyapanya.
“Bang Yusuf, ngapain disini?” Panggil ku.
“Eh, dek.. Abang lagi nemani teman cari baju nih” Terkejut melihatku.
“Ini, teman kerjanya yah?”
“Iya, kenalin ini Romi..” Bang Yusuf ngenalin aku ke temannya.
“Heii, Nama saya Romi, ini pasti Ahmad yah? Adiknya Yusuf..”
“Hehee, iya..”
“Pacarnya?” Ia menanyakan wanita yang berada di sampingku.
“Iya, kenalin namanya Tiwi”
Setelah acara kenal-kenalnya, bang Yusuf mengajak kami untuk makan bersama di restaurant. Sebenarnya aku gak enak, soalnya yang bayarin semuanya itu temannya bang Yusuf. Tapi Tiwi memaksa untuk makan bersama, katanya gak baik nolak tawaran seseorang. Entah mengapa aku merasa cemburu dengan pria ini, teman bang Yusuf. Sepertinya ia suka dengan pacarku, ia suka melirik Tiwi. Kami mengobrol banyak, tentang kerjaan bang Yusuf dan temannya. Ternyata Romi adalah seorang manajer di kantor bang Yusuf. Namun, ia sangat dekat dengan abangku. Selesai makan aku dan Tiwi pulang. Sedangkan bang Yusuf dan Romi, akan kembali ke kantornya. Aku sedikit heran, kok bisa mereka sempat-sempatnya jalan-jalan ke mall, padahal ini bukan jam pulangnya bang Yusuf. Entahlah, itu bukan urusanku.
Aku pun pulang setelah mengantar Tiwi ke rumahnya. Di rumahku sangat sepi, biasanya ibu akan menyambutku jika mendengar suara motorku. Namun tak seperti biasanya, ibu sepertinya ada tamu. Soalnya, di depan ruang bagasi ada motor ninja hitam. Aku penasaran, siapa tamu yang datang siang bolong seperti ini. Di ruang tamu tak ada orang, heran bercampur penasaran. Aku pun mencari-cari  dimana ibu, ke dapur, ke ruang keluarga, sampai akhirnya aku menuju kamarnya. Ku lihati pintu kamar sedikit terbuka. Sebelum ku intip, ku dengar suara desahan. Begitu pucatnya diriku melihat ibu bersama seorang laki-laki mudah, diatas tempat tidur. Melakukan hal yang tak pantas. Aku sangat, aku tak bisa berkata-kata. Ada apa dengan ibu? Kenapa ibuku seperti ini? Kenapa ia bisa berselingkuh? Aku harus apa, aku tak tau. Bagaikan mimpi buruk, aku tak bisa terimah semua ini. Ingin ku hentikan semua ini, ingin ku labrak ibuku yang sedang asik bersama brondong mudahnya. Geram, emosi, sedih, heran, semua bercampur menjadi satu. Benci, sepertinya aku membenci ibuku saat ini. Namun, aku tak berani melaporkan ini kepada ayah atau pun bang Yusuf. Aku takut hati ayah akan hancur, mengetahui istrinya yang ia nikahi selama 30 tahun adalah seorang tante-tante girang.
Aku benci, sangat benci ibuku. Semuanya bagaikan mimpi buruk. Padahal teringat jelas di pikiranku, ibu begitu baik pagi tadi. Seorang ibu yang ku pikir sempurnah, seorang istri yang ku pikir berbhakti pada suaminya. Namun itu semua adalah ekting belakang. Aku ingin bercerita, entah pada siapa ku bercerita. Ku coba untuk menelpon Tiwi, tapi nomornya sibuk. Sepertinya dia lagi menelpon seseorang. Ku coba hubungi abangku. Ku suruh ia, agar setelah pulang kerja untuk langsung pulang ke rumah.
Sepulang kerja, bang Yusuf langsung menemuiku di kamar. Ia melihatku sedih, ia khawatir, ia panik. Entah harus ku mulai dari mana bercerita kepadanya. Ia memelukku, sepertinya ia sangat khawatir padaku.
“Kamu kenapa dek?” Bang Yusuf mengelus rambutku.
“Ibu, ibu bang.. Ibu seorang pelacur!”
“Kenapa kamu ngomong seperti itu?” Abang terkejut mendengarkannya.
“Aku gak sengaja lihat ibu di kamar, sama laki-laki.. Ibu selingkuh, bang!!! Kita harus beritau ayah..”
Bang Yusuf hanya terdiam, setelah ku bercerita dari awal. Ia terpaku, entah mengapa sepertinya ada yang disembunyikan oleh bang Yusuf. Ia mencoba untuk menjelaskan sesuatu.
“Abang gak tau harus bagaimana!”
“Kenapa bang? Abang tau sebelumnya?? Kenapa abang gak pernah cerita. Apa abang gak kasihan lihat ayah diginiin sama ibu?”
“Kasihaann…!! Kamu bilang kasihan sama ayah? Kamu gak tau, apa yang ayah buat selama ini di luar rumah. Abang lihat sendiri, ayah sering jalan dengan wanita muda. Bukan hanya sekali, abang bahkan pernah ikuti ayah sampai ke hotel bersama pelacurnya. Terus kamu bilang kasihaan? Keluarga ini sudah hancur dek, ayah ibu sudah tidak saling mencintai lagi. Mereka hanya berpura-pura mesra di depan kita”
Mendengarkan semua penjelasan dari bang Yusuf, aku merasa dihantam dengan batu besar, tepat di hatiku. Semuanya terasa kelam, bagaikan mimpi buruk. Aku laki-laki, tapi ingin rasanya ku menangis sekencang-kencangnya dan sejadi-jadinya. Kenapa kedua orang tuaku tak saling menyayangi lagi. Kenapa mereka bisa berbuat seperti ini, apa mereka tak memikirkan kami lagi. Apa mereka sudah tak menyayangi kami lagi.
Ibu datang ke kamarku, melihatku dan bang Yusuf sedang bersedih. Ia sepertinya khawatir, namun aku berusaha tegar untuk menutupi semuanya. Bang Yusuf berpesan padaku agar tidak membahas semua ini ataupun menanyakan kepada ayah dan ibu tentang apa yang baru aku ketahui. Ibu penasaran kepada kami, melihat anak-anaknya sedih. Bang Yusuf mengalihkannya, ia pandai memutar cerita. Bang Yusuf memberi taukan ke ibu kalo, aku sedang ada masalah dengan Tiwi pacarku. Dan aku hanya mau bercerita semua masalahku ini hanya kepada bang Yusuf. Sungguh hebat ia berbohong dan begitu tangguhnya ia selama ini berpura-pura di depan orang tua kamu, seperti tak terjadi apa-apa.
Makan malam kali ini, aku seperti berada dalam drama. Ku lihati ibu dan ayah saling bertegur sapa, bercanda di depan kami. Jadi seperti ini kah, bang Yusuf rasakan? Begitu kuatnya ia, begitu tegarnya ia melihat sebuah drama menyakitkan. Akhirnya aku mengerti, kenapa belakangan ini bang Yusuf sedikit dingin dengan ayah dan ibu, ku pikir ada masalah apa dengan bang Yusuf sebelumnya.
Setelah makan malam, bang Yusuf keluar untuk menepati janji bersama temannya. Katanya ia tak akan pulang malam ini. Mengetahui semua ini, membuatku sangat tidak tahan berada lama-lama di dalam rumah. Ku putuskan untuk keluar menenangkan diri, ku hubungi Tiwi untuk menemaniku. Namun tak seperti biasanya ia menolak untuk diajak keluar. Ada tugas kampus yang harus diselesaikannya, aku memahami semua itu.
Aku nongrong sendirian di sebuah café, mencoba untuk menenangkan diri. Begitu kelam keluargaku saat ini, entah cobaan apa yang ku hadapi, ku coba untuk merenungkan semuanya. Entah sebuah kebetulan atau apa, ku dapati bang Yusuf bersama seorang laki-laki, sepertinya itu Romi. Ku lihati mereka begitu mesra, duduk bersama di hadapanku. Aku hanya bisa memperhatikan dari jauh. Mereka sepertinya asik bercerita, bercanda. Sepertinya mereka sudah lama berada dalam café.
Mereka pun beranjak untuk kesuatu tempat. Ku ikuti mereka, mengekori bang Yusuf bersama temannya sampai ke sebuah apatermen. Ada apa dengan bang Yusuf, aku pun terus mengikutinya sampai ke kamar. Ku tanyai salah satu office boy, milik siapa apatermen ini. Ternyata benar dugaanku, ini adalah apatermen milik Romi. Begitu penasarannya aku, mencoba untuk mengintip, mencari tau apa yang sedang mereka lakukan di dalam. Terpikir olehku untuk mengintip mereka melalui jendela. Berhubung kamar Romi berada di lantai dua. Aku memanjati balkon kamarnya. Setelah sampai, ku lihat kejadian yang sangat menjijikan. Bang Yusuf dan Romi sedang berciuman, mereka tak berbaju, meraka asik berpelukkan bak sepasang kekasih. Aku tak tau harus berbuat apa. Kenapa kakakku seperti ini? Ia ternyata seorang gay. Aku takut, apa mungkin selama ini ia baik padaku karena dia gay. Atau mungkin ia pernah bernafsu kepadaku. Aku bingung, sedih, marah. Ku tinggali meraka yang sedang asik bercinta.
Aku ingin bercerita tentang masalah yang datang bertubi-tubi menghampiriku. Aku tak tahan menahan semua penderitaan ini. Ku putuskan untuk mendatangi rumah Tiwi. Aku benar-benar ingin melampiaskan semua keluh kesahku padanya. Sesampainya aku di rumahnya, ternyata ia sedang tak berada di rumah.
“Permisi bu, Tiwinya ada?”
“Eh, Ahmad.. Saya pikir Tiwi lagi keluar sama kamu nak?”
“Keluar?? Bukannya Tiwi di rumah, lagi ngerjain tugas”
“Barusan aja Tiwi keluar, sama cowok. Ibu pikir itu kamu, mad..”
“Ohh gitu, kira-kira ibu tau Tiwinya kemana?”
“Katanya sih mau ke mall”
“Kalo gitu saya pamit dulu yah bu..”
Siapa yang tak kaget mendengarkan semua ini, Tiwi bersama cowok lain. Hatiku hancur, ingin rasanya ku akhiri hidup ku ini. Kenapa Tuhan begitu jahat padaku, memberikanku masalah bertubi-tubi. Aku tak tau harus bagaimana lagi. Aku sudah tak punya seseorang yang bisa ku jadikan sandaran. Ayah ibu ku sudah tak saling menyayangi lagi, abangku ternyata seorang gay, dan yang paling tragis adalah saat ku tau bahwa Tiwi berselingku. Ku putuskan untuk pulang ke rumah, mencoba untuk tidur dan berharap tak bangun lagi.
Keesokan harinya, pagi ini ibu membangunkan ku lagi. Seperti kemarin, ia mencoba membangunkan ku dengan manja. Aku dingin membalasnya, tetap bertahan di atas tempat tidur. Ibu pun meninggalkan ku. Aku lupa ternyata ini hari saptu, pantes saja ia tak memaksaku untuk cepat-cepat bangun bergegas ke kampus. Karena tak ada kuliah di hari saptu. Aku hanya bisa berdiam diri di dalam kamar. Sampai siang aku tak kunjung keluar dari kamar. Ibu khawatir padaku, karena dari pagi aku belum makan. Tapi aku tetap bersikeras untuk mengurung diri dalam kamar meski sebenarnya perut ku ini memang sengat lapar. Aku mengunci kamar. Ibu sangat-sangat khawatir padaku, ia menghubungi bang Yusuf untuk segera pulang.
Sesampainya di rumah, bang Yusuf langsung mengetuk kamarku. Memohon kepadaku untuk membukakan pintu. Aku bingung, serta takut. Tapi, aku berusaha untuk mendengar penjelasan dari dia tentang semalam yang aku lihat.
“Kamu kenapa mengurung diri di kamar dek?”
“Entahlah, aku gak bisa terimah semua kenyataan ini”
“Sudahlah, kita sama-sama ngadapinya”
“Abang pikir aku gak tau apa yang abang buat semalaman”
“Emang semalam kenapa??” Bang Yusuf mulai terlihat pucat.
“Apa yang abang lakuin semalam di apatermen Romi, teman abang?”
“Semalam, abang ada meeting di apatermen Romi dek” Ia terlihat gugup.
“Bohongg… Aku lihat semuanya bang!! Abang sedang semalam ML dengannya kan??”
Bang Yusuf terkejut, ia syok, ia bahkan tak bergeming. Ia mencoba menjelaskannya semua padaku. Ia juga sebenarnya tidak ingin seperti ini. Namun, nalurinya tak bisa ditepis, ia mengakui menyukai laki-laki, ia mengakui dirinya gay. Aku pun menanyakan, apakah selama ini dia pernah bernafsu padaku? Ia pun tertawa, mencoba mencairkan suasana. Ia bahkan tak mau berhenti tertawa. Aku heran dibuatnya, ia pun menjelaskan bahwa selama ini ia tak pernah kepikiran akan bersetubuh dengan adiknya sendiri. Bahkan sekali pun ia gay, ia tak akan melakukannya bersama saudara kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi ku bukan karena ia gay. Tapi, ia menyayangiku benar-benar hanya sebagai adiknya. Aku mecoba memahami keadaan bang Yusuf, aku tau mungkin berada diposisinya sangat sulit dijalani. Ia memohon padaku untuk selalu menjaga rahasianya.
Mungkin hatiku saat ini sedikit terobati, aku bisa berbagi penderitaan bersama kakak laki-lakiku satu ini. Aku mencoba menceritakan masalahku bersama pacarku kepada bang Yusuf. Tiwi sedari pagi menghubungiku, namun aku tak ingin bicara dengannya. Aku muyak dengannya, mungkin selama ini ia hanya mencintai uangku saja, mungkin ia tipe cewek matrialis. Menyadarinya setelah aku tau ia selingkuh dari. Namun, entah mengapa bang Yusuf hanya tersenyum dan menyuruhku untuk menghubunginya. Aku bingung, heran, kesal karena solusi yang diberikan bang Yusuf tidak membantuku sama sekali. Tapi, bang Yusuf tetap memaksa. Aku pun mengikuti sarannya, aku menghubungi Tiwi. Ia terdengar khawatir karena aku tak mau menjawab teleponnya. Ia pun mengajakku untuk keluar, mungkin saja ia mau malam mingguan bersamaku. Dalam pikiranku, kenapa bukan bersama pria semalam saja kau perginya? Namun dari belakang, bang Yusuf memaksa ku untuk berkata iya. Aku pun menyetujuinya.
Malam hari, aku bersiap-siap untuk bermalam minggu bersama Tiwi. Meski rasa kecewaku masih ada. Namun, aku akan berusaha untuk mendengarkan penjelasan darinya, sedang apa ia semalam bersama pria lain. Bang Yusuf menyuruhku membelikan bunga untuk Tiwi, aku hanya tertawa. Karena aku bukan tipe cowok yang romantis di tambah lagi aku sedang marah padanya. Aku langsung menuju rumahnya. Sesampai ku di rumahnya. Ku lihati ia menggunakan dress merah menawan. Ia sangat cantik malam ini, membuatku terpukau akan parasnya.
Kami pun menuju ke sebuah café, entah mengapa di sini sangat sepi. Padahal malam ini adalah malam minggu. Namun tak seorang pun yang datang. Kami duduk berdua, pelayan mendatangi kami, menanyakan minuman apa yang kami pesan. Aku pesan Hot Capucinno, sedangkan Tiwi lebih memilih minuman dinggin yaitu Jus Strawberry. Suasana saat ini sangat romantis di dukung dengan lantunan musik yang begitu indah. Namun, ini belum cukup mengobati kekecewaanku. Aku ingin bertanya padanya, bertanya tentang semalam. Namun, ia malah menanyaiku hal aneh.
“Mana kadoku” Tanya Tiwi tiba-tiba
“Kado? Kado apaan sih?” Pertanyaan Tiwi membuatku bingung.
“Kamu lupa yah, ini hari apa?”
“Lupa? Lupa apa sih? Ini hari saptu kan” Aku teringat sesuatu.
“Kamu bener-bener lupa yah? Kamu lupa kalo hari ini adalah hari jadian kita. Padahal aku sudah bela-belain buat pesan tempat ini, aku juga sudah belikan kamu hadiah jam tangan”
“Astaga, maaf sayang. Maafin aku. Akhir-akhir ini aku lagi ada masalah”
Ternyata hari ini adalah tepat 6 tahun kami jadian. Tepat 6 tahun lalu aku menyatakan perasaanku padanya. Pantes saja bang Yusuf menyuruhku membeli bunga untuk Tiwi. Aku merasa bersalah. Namun, masih terselip pertanyaan dipikiranku. Aku lupa bertanya. Sedang bersama siapa ia semalam.
“Kamu kemana? Katanya di rumah tapi pas aku ke rumah kamunya gak ada”
“Aku semalam pergi ke toko jam”
“Sama siapa?”
“Hehehe.. Sama teman sekelas ku. Aku minta tolong sama dia buat ngantarin aku beli kado”
Aku benar-benar berasa bersalah akan semua ini, aku telah salah paham. Entah apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku tidak punya apa-apa untu Tiwi. Anehnya ia tidak marah, ia mengerti akan keadaanku saat ini. Malam ini sangat indah, sesaat aku melupakan semua masalah bersama keluarga ku. Aku akan selalu mencintai Tiwi, apapun yang terjadi. Selama kami tidak ada yang saling mengkhianati. Aku akan berusaha menjaga cintaku padanya, mencoba untuk selalu saling jujur.
Setelah lulus kuliah, aku ditawari kerja oleh bang Yusuf di kantornya. Saat ini ayah dan ibuku sudah bercerai. Mereka punya kehidupan masing-masing bersama pasangan mereka masing-masing. Aku tinggal bersama bang Yusuf, sebelumnya ibu memohon padaku untuk tinggal bersamanya. Namun aku lebih memilih untuk bersama kakakku. Aku hanya tak ingin melihat ibu bersama orang lain. Aku belum terbiasa dengan semua itu. Aku akan berencana melamar Tiwi dan berharap kelak setelah nikah nanti, hubungan kami tak seperti hubungan ayah dan ibuku, hubungan kami bisa terjalin sampai kakek nenek tanpa ada saling menghianati.

The End

Senin, 03 Februari 2014

Prospek dan Tantangan Implementasi Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Kota Makassar



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu pertama,  mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; kedua, mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; dan ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Dalam upaya implementasi dan memaksimalisasi penyelenggaraan otonomi daerah sistem pendidikan tersebut, sekarang dikembangkanlah konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang berupaya meningkatkan peran sekolah dan masyarakat sekitar (stakeholder) dalam pengelolaan pendidikan, sehingga penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan semakin bisa ditingkatkan. MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab.
Pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah tersebut, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Atau dengan kata lain, sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep implemantasi kebijakan pendidikan di Makassar?
2.      Apa fungsi implemantasi kebijakan pendidikan di Makassar?
3.      Bagaimana analisis arah implemantasi kebijakan pendidikan di Makassar?
4.      Apa prospek ke depan dalam implemantasi kebijakan pendidikan di Makassar?
5.      Apa saja tantangan yang akan dihadapi dalam implemantasi kebijakan pendidikan di Makassar?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Implemantasi Kebijakan Pendidikan
  1. Pengertian Implementasi dan Kebijakan Pendidikan
Implementasi adalah: pelaksanaaan, penerapan. Menurut Joko Wododo, implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok). Proses tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan.
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya. Abidin, menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat penulis analisis bahwa implementasi kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku dan Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
2.      Ciri-ciri Kebijakan Pendidikan
Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
a.       Memiliki tujuan pendidikan.
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
b.      Memenuhi aspek legal-formal.
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
c.       Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
d.      Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
e.       Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.
f.       Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.

B.     Fungsi Implementasi Kebijakan Pendidikan
Fungsi implementasi kebijakan pendidikan, sebagai berikut: pertama: pedoman untuk bertindak; kedua, pembatas prilaku; dan ketiga: bantuan bagi pengambil keputusan.
Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.

C.    Arah Kebijakan Pendidikan di Makassar
Arah kebijakan pendidikan di Makassar berdasarkan visi, misi, dan tujuan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penyelengaraan Pendidikan.
-          Visi
Visi penyelenggaraan pendidikan di Daerah adalah memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan merata.
-          Misi
Misi penyelenggaraan pendidikan di Daerah adalah :
a. Menumbuhkan pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran agama dan nilai-nilai budaya
sebagai dasar untuk berpikir dan bertindak dalam kehidupan setiap peserta didik;
b. Menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal yang mendorong penuntasan wajib belajar Sembilan tahun;
c. Menumbuhkan semangat keunggulan intelektual dan kesigapan teknis dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bagi peserta didik;
d. Menumbuhkan dalam diri peserta didik sikap demokratis, transparansi, akuntabilitas dan partisipatif;
e. Membangun wawasan pluralitas dalam kesejagatan dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain tanpa kehilangan jati diri;
f. Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar seumur hidup agar
dapat menghadapi setiap tantangan dan perubahan;
g. Mempertahankan pentingnya revitalisasi pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia.
-          Tujuan
Penyelenggaraan pendidikan bertujuan menghasilkan luaran yang mampu untuk :
a. Menunjukkan kemantapan iman dan moral dalam kehidupan masyarakat yang dinamis, terbuka, dan modern;
b. Menunjukkan sikap demokratis dalam kemajemukan agama, budaya, suku, dan bangsa;
c. Terus-menerus meningkatkan kompetensi dengan belajar secara mandiri;
d. Mempertahankan sikap intelektualitas dan kemampuan teknis untuk memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
e. Menghadapi dan unggul dalam persaingan regional, nasional, dan global;
f. Mampu menggali, mengembangkan, dan memanfaatkan potensi alam sekitar untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.

D.    Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi Daerah
Perkataan otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti hukum atau aturan. Dalam konteks etimologis ini, beberapa penulis memberikan pengertian tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai zelfwetgeving atau “pengundangan sendiri”. “perundangan sendiri” menurut perkembangan sejarahnya di Indonesia, istilah otonomi selain mengandung arti “perundangan”, juga mengandung pengertian “pemerintahan” (bestuur). “mengatur atau memerintah sendiri”. Otonomi daerah adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri.
Dari beberapa konsep dan batasan di atas, otonomi daerah jelas menunjuk pada kemandirian daerah, dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa atau mengupayakan seminimal mungkin adanya campur tangan atau intervensi pihak lain atau pemerintah pusat dan pemerintah di atasnya. Dengan adanya otonomi tersebut, daerah bebas untuk berimprovisasi, mengekspresikan dan mengapresiasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki, mempunyai kebebasan berpikir dan bertindak, sehingga bisa berkarya sesuai dengan kebebasan yang dimilikinya.
Menurut kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah dan sejalan dengan itu UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan konsekuensi dari keinginan era reformasi untuk menghidupkan kehidupan demokrasi. Maka Di era otonomi daerah kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah adalah : (1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based Management) yang memberi kewenangan pada sekolah untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan; (2) Pendidikan yang berbasis pada partisipasi komunitas (community based education) agar terjadi interaksi yang positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning centre; dan (3) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning paradigma yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan. (4) Pemerintah juga mencanangkan pendidikan berpendekatan Broad Base Education System (BBE) yang memberi pembekalan kepada pelajar untuk siap bekerja membangun keluarga sejahtera.
Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan pembekalan life skills yang berisi pemahaman yang luas dan mendalam tentang lingkungan dan kemampuannya agar akrab dan saling memberi manfaat. Lingkungan sekitarnya dapat memperoleh masukan baru dari insan yang mencintainya, dan lingkungannya dapat memberikan topangan hidup yang mengantarkan manusia yang mencintainya menikmati kesejahteraan dunia akhirat.
Pada awal tahun 2001 digulirkan program MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Program ini diyakini akan memberdayakan masyarakat pemerhati pendidikan (stakeholders) dalam memberikan perhatian dan kepeduliannya terhadap dunia pendidikan, khususnya sekolah. Dalam menerapkan konsep MBS, mensyaratkan sekolah membentuk Komite Sekolah yang keanggotaannya bukan hanya orangtua siswa yang belajar di sekolah tersebut, namun mengikutsertakan pula guru, siswa, tokoh masyarakat dan pemerintahan di sekitar sekolah, dan bahkan pengusaha.
Sebetulnya, sejak program MBS ini digulirkan, peran komite sekolah mulai tampak, terutama dalam menghimpun sumber-sumber pendanaan pendidikan, baik sebagai dukungan terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendidikan maupun untuk peningkatan kualitas pendidikan. Tentu saja, termasuk pula untuk peningkatan kualitas kesejahteraan guru di sekolah itu. Namun, peran komite di tingkatan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) yang sudah mulai bagus ini terhapus kembali oleh program berikutnya, yaitu Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Program ini sesungguhnya sangat baik, sebagai salah satu bentuk tanggungjawab pemerintah pada pendidikan, sehingga dapat membantu kepedulian masyarakat dalam membantu pembiayaan pendidikan. Namun, wacana yang dikembangkan adalah “Sekolah Gratis” sehingga mengubur kepedulian masyarakat terhadap pendidikan yang sudah mulai terbangun dalam MBS. Dari hal di atas, pada beberapa sekolah yang pemahaman anggota komite sekolah atau para pendidik masih kurang, menganggap seperti halnya BP3, maka penetapan akuntabilitas pendidikan melalui peran stakeholders pendidikan semakin menurun. Maka, tidak heran jika banyak sekolah yang rusak, lapuk, bahkan ambruk dibiarkan oleh komite sekolah, sambil berharap datang sang penyelamat, yaitu pemerintah.
Dalam hal pengelolaan mikro pendidikanpun masih terdapat beberapa masalah. Pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu (sekolah) menjadi kewenangan kepala sekolah. Demikian pula, penyelenggaraan pendidikan di kelas memang seluruhnya harus menjadi kewenangan guru. Berdasarkan kewenangan profesionalnya, guru bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengukur hasil pembelajaran.
Pada tingkat SD/MI di kabupaten/kota, ujian akhir masih menjadi kewenangan dinas pendidikan kabupaten/kota, dengan dalih “ikut-ikutan” pemerintah pusat mengendalikan mutu pendidikan di daerah. Padahal, ditinjau dari hakikat pengajaran dan sejalan dengan desentralisasi pendidikan, evaluasi merupakan bagian dari tugas pengajaran seorang guru, sehingga kewenangan itu jangan “direbut” oleh birokrasi pendidikan. Kenyataan itu menunjukkan bahwa impelementasi MBS pada tataran mikro yang masih setengah hati diserahkan.
Sehubungan dengan evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai berikut :
      1.      Telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
      2.      Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
      3.      Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP  
      4.      Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru
      5.      Pemberian insentif kepada guru-guru negeri  
      6.      Bantuan dana operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah
    7.  Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
Implementasi kebijakan otonomi pendidikan dalam konteks otonomi daerah sebagai berikut, diantaranya: 
      1.      Secara general otonomi pendidikan menuju pada upaya meningkatkan mutu pendidikan sebagai jawaban atas “kekeliruan” kita selama lebih dari 20 tahun bergelut dengan persoalan-persoalan kuantitas.
      2.      Pada sisi otonomi daerah, otonomi pendidikan mengarah pada menipisnya kewenangan pemerintah pusat dan membengkaknya kewenangan daerah otonom, atas bidang pemerintahan berlabel pendidikan yang harus disertai dengan tumbuhnya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
    3.      Terdapat potensi tarik menarik antara otonomi pendidikan dalam konteks otonomi daerah dalam menempatkan kepentingan ekonomik dan finansial sebagai kekuatan tarik menarik antara pemerintahan daerah otonom dan institusi pendidikan.
     4.      Kejelasan tempat bagi institusi-institusi pendidikan perlu diformulasikan agar otonomi pendidikan dapat berjalan pada relnya.
    5.      Pada tingkat persekolahan, otonomi pendidikan berjalan atas dasar desentralisasi dan prinsip School Based Management pada tingkat pedidikan dasar dan menengah; penataan kelembagaan pada level dan tempat yang menjadi faktor kunci keberhasilan otonomi pendidikan.
    6.      Sudah selayaknya jika otonomi pendidikan harus bergandengan dengan kebijakan akuntabiliti terutama yang berkaitan dengan mekanisme pendanaan atau pembiayaan pendidikan.  
     7.      Pada level pendidikan tinggi, kebijakan otonomi masih tetap berada dalam kerangka otonomi keilmuan.
    8.      Dalam konteks otonomi daerah, kebijakan otonomi pendidikan tinggi dapat ditempatkan bukan pada kepentingan daerah semata-semata melainkan pada kenyataan bahwa pendidikan tinggi adalah aset nasional.
    9.      Secara makro, apapun yang terkandung di dalamnya, otonomi pendidikan tinggi haruslah menonjolkan keunggulan-keunggulannya.
Menurut Fransisca Kemmerer dalam Ali Muhdi, ada empat bentuk desentralisasi pendidikan, yakni:
      1.      Dekonsentrasi, yakni pengalihan kewenangan ke pengaturan tingkat yang lebih rendah dalam jajaran   birokrasi pusat.
     2.      Pendelegasian, yaitu pengalihan kewenangan ke badan quasi pemerintah atau badan yang dikelola secara   public.
       3.      Devolusi, yakni pengalihan ke unit pemerintahan daerah
       4.      Swastanisasi, berupa pendelegasian kewenangan ke badan usaha swasta atau perorangan.
Menguatnya aspirasi otonomi dan desentralisasi khususnya di bidang pendidikan, tidak terlepas dari kenyataan adanya kelemahan konseptual dan penyelenggaraan pendidikan nasional, khususnya selama orde baru, bahwa di antara masalah dan kelemahan yang sering diangkat dalam konteks ini adalah:
1.       Implementasi Kebijakan pendidikan nasional yang sangat terpusat dan serba seragam, cendrung mengabaikan keragaman realita masyarakat Indonesia di berbagai daerah.
2.      Implementasi kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional lebih berorientasi kepada pencapaian target kurikulum, pada gilirannya mengabaikan proses pembelajaran yang efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan potensi anak didik. Proses pembelajaran khususnya Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) lebih mengutamakan aspek kognitif dan cenderung mengabaikan ranah afektif dan psikomotorik.

E. Prospek Kebijakan Pendidikan Dalam Bidang Desentralisasi Pendidikan.
Desentralisasi pendidikan memiliki kaitan yang sangat erat dengan standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan sendiri merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Target utama standar nasional pendidikan adalah lahirnya standar kompetensi minimum lulusan pada satuan pendidikan di masing-masing daerah.
Kriteria minimum yang dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajibyang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Kewenangan ini yang diwajibkan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk menjamin keterlaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
Standar nasional pendidikan belum cukup luas disosialisasikan, khususnya di daerah-daerah. Apalagi target pelaksanaanya baru dimulai pada tahun 2006 hingga 2008. seperti SPM telah di jabarkan dalam standar teknis yang meliputi:
1. standar isi
Ruang lingkup standar isi meliputi materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria sebagai berikut: kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dan standar teknis sudah diatur pada PP No. 19/2005 pasal 5 Ayat (1).
2. Standar proses
Standar proses dimaksudkan sebagai proses pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi yang meliputi:
· Proses perencanaan, meliputi perencanaan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
· Proses pelaksanaan, mempertimbangkan jumlah maksimal peserta didik perkelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik dan rasio malsimal jumlah peserta didik setiap pendidik serta dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
· Proses penilaian, menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
· Proses pengawasan, meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan langkah tindal lanjut yang diperlukan.
Dari keempat proses tersebut masih sangat berat dilaksanakan hal ini dikarenakan memerlukan anggaran yang tidak sedikit, sedangdi daerah-daerah anggaran umtuk kegiatan itu masih sangat kecil. Salah atu contoh untuk pengadaan buku teks, diharapkan setiap anak didik mendapatkan satu buku teks untuk setiap mata pelajaran. Namun kenyataannya masih banyak anak didik yang belum mendapatkan buku teks tersebut. Hal ini berdampak buruk terhadap hasil ujian nasional, dimana prosentase ketidaklulusannya masih tinggi, bahkan masih jauh dibawah rata-rata nasional. pasal 19 Ayat (1).
3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan (SKL) didefinisikan sebagai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. SKL digunakan sebagai pedomanpanilaian dalam penentuankelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Tetapi standar kelulusan di daerah masih tergolong rendah, ini dapat dilihat dari angka ketidaklulusan peserta ujian nasional masih di atas rata-rata nasional. Dan sebagian kalangan masih menganggap ujian nasional tidak terkait dengan kompetensi, apalagi materi uji pada ujian nasional hanya difokuskan pada mata pelajaran yang berunsur pengetahuan seperti,Bajasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Sementara itu materi lainnya yang menyangkut sikap dan keterampilan tidak diujikan secara nasional. pasal 25 Ayat (1)
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan merupakan kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Yang menjadikan kendala di daerah sekarang ini adalah bagaimana kewajiban pendidik tersebut juga harus ditopang oleh tingkat kesejahteraannya. Sebenarnya pemerintah daerah telah menetapkan kebijakan yang memberikan berbagai pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kesejahteraan pendidik. Hanya saja orientasi pembangunan sarana dan prasarana umum seperti gedung perkantoran, jalan dan lain sebagainya masih menjadi prioritas utama. Sementara pendidikan belum menjadi prioritas utama. Pasal 28 Ayat (1).
5. Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber beljar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Dan setiap tahun pendidika wajib memiliki sarana prasarana tersebut yang lengkap secara bertahap
6. Standar Pengelolaan.
Standar pengelolaan merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Dengan kaitannya ini dinas pendidikan juga telah menetapkan kebijakan dibidang pendidikan terkait dengan standar pengelolaan pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat melalui pengembangan dewan pendidikan ditingkat kabupaten/kota dan komite sekolah sesuai dengan kebutuhan.
7. Standar Pembiayaan
Standar Pembiayaan merupakan standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pembiayaan ini meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan lain sebagainya.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.Hanya saja penilaian dari pihak pemerintah masih berorientasi pada kompetensi di bidang pengetahuan saja, sedang mengenai sikap dan dan keterampilan belum mendapat perhatian.

F. Tantangan Masa Depan Kebijakan Pendidikan 
Sebuah Inferensi
Prospek desentralisasi pendidikan di daerah masih jauh dari harapan, jika dilihat dari kondisi riil yang terlihat dari standar teknis sebagaimana PP 19 tahun 2005. banyak tantangan yang perlu disiapkan antara lain:
Pertama, dibutuhkan komitmen kuat dari daerah untuk mengembangkan standar nasional pendidikan. Hal ini sangat penting untuk memenuhi tantangan pertumbuhan ekonomi yang makin pesat. Kompetensi standar kelulusan akan melahirkan manusia-manusia yang unggul dari daerah-daerah lain. Komitmen yang dimaksud adalah berupa alokasi anggaran yang lebih besar untuk pengembangan mutu pendidikan melalui pemenuhan kebutuhan agar standar pelayanan minimal mampu diimplementasi.
Kedua, perubahan paradigma pembangunan daerah dari fisik ke non fisik. Masih banyak diorientasikan ke pembangunan fisik daripada investasi pembangunan dalam bidang sumber daya manusia (non fisik). Hal ini dapat menimbulkan dampak kesenjangan sosial, terutama bagi para pendidik atau tenaga kependidikan dengan para pegawai kantoran. Dan perbedaan SDM yang dimiliki oleh para peserta didik dengan pegawai- pegawai lain.
Sementara ke-(tak)-terikatan di pihak daerah, antara lain terlihat pada masih rendahnya alokasi anggaran ke sektor pendidikan. Sebagian besar kabupaten/kota menghabiskan sekitar 70-75% anggarannya untuk belanja rutin birokrasi, dan sisa 25-30% untuk pembangunan, di mana sektor pendidikan hanya kebagian 2-3%. Di tengah maraknya praktik KKN, dunia pendidikan justru mengerang kesakitan lantaran gedung-gedung sekolah yang rusak berat, gaji guru yang seolah menghina kemuliaan profesi tersebut. Paparan di atas menyiratkan tanggung jawab multipihak dalam konsep desentralisasi pendidikan. Dalam ranah praktis, ia tidak saja berarti terlibatnya triple kekuatan pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dalam urusan pendidikan, tetapi juga menyiratkan prasyarat sinergi kebijakan dengan sektor-sektor lain. Aspek fiskal misalnya. Depdiknas, dalam rencana strategisnya, menerjemah konsep tersebut dengan membagi beban biaya penuntasan wajib belajar 9 tahun sebesar Rp 56,7 triliun di antara pusat/provinsi (60%), kabupaten/kota (25%), dan masyarakat (15%).
Problem desentralisasi di sektor-sektor lain, solusi yang ditempuh bukanlah meresentralisasi, tetapi menyempurnakan konsep dan memperkuat kapasitas pelaksanaannya. Untuk itu, urut-urutan langkah berikut menjadi prasyarat. Pertama, memperjelas pembagian kewenangan pusat-daerah (menyangkut anggaran, personal dan kurikulum) dan disiplin pelaksanaannya. Kedua, pembagian kewenangan itu harus simetris dengan perimbangan keuangan pusat-daerah (money follows function). Ketiga, di level daerah, desentralisasi juga harus berlanjut sampai ke tingkat basis, yakni institusi sekolah sendiri, dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Keempat, konsep manajemen pendidikan ini harus dikembalikan kepada rohnya yakni mendorong partisipasi multi-stakeholders yang terwadahi dalam dewan pendidikan dan komite sekolah, bukan keleluasaan memungut berbagai ”dana partisipasi” dari masyarakat yang malah tidak proporsional dan rawan penyimpangan.


BAB III
KESIMPULAN

Kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di era otonomi daerah kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah adalah : (1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based Management), (2) Pendidikan yang berbasis pada partisipasi komunitas (community based education), (3) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning paradigma, (4) Pemerintah juga mencanangkan pendidikan berpendekatan Broad Base Education System (BBE)
Proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.
Evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.


DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Jakarta: Media Sarana Press, 1987.
Ali Imron,  Kebijakan Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Aris Pongtuluran, Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial, Jakarta: LPMP, 1995.
H.A.R. Tilaar,             Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan public, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
J.Wayong,  Asas dan Tujuan Pemerintahan Daerah, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1979.
Joko Widodo, Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aolikasi Analisis Proses Kebijakan Publik, Malang: Bayumedia Publishing, 2007.
Riant Nugroho, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Jakarta: PT Elex Media Computindo, 2000.
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta: Suara Bebas, 2006.
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.